A.
Pendahuluan
Kita sebagai umat muslim pasti
meyakini rukun islam. Salah satu rukun islam adalah zakat yang merupakan rukun
ke 3. Zakat juga merupakan kewajiban.
Sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah SAW yang
artinya : Dari ‘Abdullah r.a., katanya Rasulullah SAW bersabda : “Islam dibina
atas lima perkara : Pengakuan (syahadat) bahwa tidak ada Tuhan selain Allah,
dan Muhammad hamba-Nya dan Rasul-Nya; Mendirikan Shalat; Membayar zakat; Haji
ke bait; Puasa Ramadhan.”(HR. Muslim).
Surat yang menjelaskan tentang zakat salah satunya adalah
surat at taubah ayat 103. Surat tersebut berisi tentang zakat merupakan salah
satu cara untuk mensucikan, membersihkan, menyempurnakan diri. Tujuannya untuk
lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Firman Allah dalam surat at taubah ayat 103:
خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ
عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
B. Metode Tafsir Tahlili
Tafsir tahlili adalah penafsirann ayat
al-Quran dari segala segi dengan mengikuti urutan mushaf dengan meneliti arti mufrodat-nya, kandungan makna, dan
tujuan pembicaraannya di dalam tiap-tiap susunan katanya, munasabat antar ayar-ayatnya, menggunakan bantuan asbab al-nuzul, sunah rosul, aqwal sahabah dan tabi’in. kemudian diolah sesuai dengan kepandaian dan keahlian para
mufasir dalam bidangnya masing-masing. Tafsir yang ditulis pada masa klasik
pada umumnya menggunakan metode tahlili[1].
Metode Tahlili adalah penafsiran
al-Qur'an secara ayat per ayat, surat per surat, sejalan dengan urutannya dalam
mushaf. Untuk itu mufasir menguraikan kosa kata dan lapal, menjelaskan arti
yang dikehendaki, sasaran dituju dan kandungannya, yaitu unsur ’ijaz, balaghah
dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang diistimbathkan dari dari
ayat dengan merujuk kepada asbabun nuzul, hadits Nabi, riwayat para sahabat,
tabi'in dan tabiit tabiin[2].
Metode tahlili adalah metode yang dipergunakan
oleh kebanyakan ulama pada masa-masa dahulu. Meskipun mereka menempuh
pendekatan yang sama, namun ternyata corak masing-masing penafsiran berbeda.
Sebagai contoh, ada diantara mereka yang mengemukakan penafsiran dengan metode
ini melalui ithnab atau panjang lebar, seperti al-Alussy, al Fakhr al-Raazy,
al-Qurthuby, dan Ibn Jarir at-Thabary. Di lain pihak ada diantara mereka yang
mengemukakannya dengan yaz atau singkatan, seperti Jalal al-Din al-Mahally dan
Jalal al-Din at-Sayuthy, kitab tafsir mereka berdua lebih dikenal dengan tafsir
Jalalain: Selain itu ada pula yang mengambil jalan pertengahan (musawah)
seperti Imam al-Baidlawy, alNaisabury, dan lain-lain.
1.
Mufrodat :
ambillah : خُذْ
|
atas mereka :
عَلَيْهِمْ
|
dari
: مِنْ
|
sesungguhnya : إِنَّ
|
sebagian harta
mereka : أَمْوَٰلِهِمْ
|
doa kamu :
صَلَوٰتَكَ
|
Sedekah : صَدَقَةً
|
ketentraman : سَكَنٌ
|
kamu membersihkan
mereka : تُطَهِّرُهُمْ
|
bagi mereka :
لَّهُمْ
|
dan kamu mensucikan
mereka : وَتُزَكِّيهِم
|
dan Allah :
وَٱللَّهُ
|
dengannya : بِهَا
|
Maha Mendengar :
سَمِيعٌ
|
dan doakanlah :
وَصَلِّ
|
Maha Mengetahui
: عَلِيمٌ
|
2. Isi
kandungan
Allah SWT
memerintahkan Rasulullah SAW dalam ayat ini untuk memungut zakat dari umatnya
untuk menyucikan dan membersihkan mereka dengan zakat itu. Juga diperintahkan
agar beliau berdo’a dan beristighfar bagi mereka yang menyerahkan bagian
zakatnya. Pada masa khalifah Abu Bakar, ayat ini dijadikan alasan oleh
orang-orang yang menolak mengeluarkan zakat karena yang diperintah untuk
memungut zakat dari mereka adalah Rasullullah sendiri, perintah Allah dalam
ayat ini ditujukan kepada beliau pribadi bukan Abu Bakar.
Akan tetapi kemudian
pendapat mereka ditolak oleh khalifah dan bahkan mereka karena menolak
menyerahkan zakat yang wajib itu dinyatakan sebagai orang-orang yang murtad
yang patut diperangi. Karena sifat tegas khalifah maka menyerahlah mereka dan
kembali kejalan yang benar. Abu bakar berkata: mengenai peristiwa itu, “demi
Allah, andaikan mereka menolak menyerahkan kepadaku seutas tali yang pernah
mereka serahkanya sebagai kewajiban berzakat kepada Rasulullah, niscaya akan
kuperangi mereka karena penolakan itu”.
3. Tujuan
pembicaraan
Tujuan pembicaraan yaitu untuk
mengingatkan kita tentang zakat sebagaimana telah jelaskan pada isi kandungan
tersebut, bagaimana zakat pada masa khalifah bahwa orang yang tidak menyerahkan
zakat yang wajib maka dinyatakan sebagai orang-orang murtad. Di jelaskan juga
tentang orang yang berhak menerima zakat.
4. Munasabat
Jika
yang dimaksud dengan kata (صَدَقَةً )
adalah menghapuskan dosa yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak ikut perang
Tabuk sebagaimana dikatakan oleh al-Hasan al-Bashri, maka munasabah (hubungan)
antara ayat ini dengan ayat sebelumnya cukup jelas, sebab yang dimaksud adalah
mengobati kesalahan sekelompok orang ini. Jadi ayat ini khusus bagi mereka.
Bisa juga menjadikan maksud ayat ini bersifat umum dengan mengatakan : Jika
kalian ridha dengan mengeluarkan sedekah yang tidak wajib, maka kalian ridha dengan
mengeluarkan yang wajib adalah lebih utama.
Ayat ini juga menjelaskan
tentang orang-orang kaya untuk zakat. Adapun pendapat
ulama fiqh, maka hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya adalah seperti ini :
Ketika mereka mengemukakan taubat dan penyesalannya karena tidak ikut perang
Tabuk, dan mereka mengakui bahwa menyebabkannya adalah karena cinta harta serta
sangat ambisi menjaga harta itu dari infak, maka seolah-olah dikatakan kepada
mereka : kebenaran perkataan kalian tentang pengakuan taubat dan penyesalan adalah
jika kalian mengeluarkan zakat wajib, karena pengakuan
tidak terbukti kecuali dengan bukti, dengan ujian seseorang
menjadi mulia atau hina. Jika mereka melaksanakan zakat itu dengan senang hati,
maka nyatalaha kebenaran taubat mereka. Jika tidak, mereka adalah orang-orang
yang dusta.
5. Bantuan azbab an-nuzul
Ibnu Jarir meriwayatkan
dari Ibnu Abbas : bahwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya yang mengikatkan diri di
tiang-tiang mesjid ketika mengakui dosa-dosa
mereka dan Allah pun telah mengampuni mereka datang kepada
Rasulullah saw. Dengan membawa harta mereka seraya berkata:
"Ya Rasulullah, inilah harta benda kami yang merintangi kami untuk turut
berperang. Ambillah harta itu dan bagi-bagikanlah, serta mohonkanlah ampun
untuk kami atas kesalahan kami." Rasulullah menjawab: "Aku belum
diperintahkan untuk menerima hartamu itu." Maka turunlah ayat ini :
(خُذْ مِنْ أَمْوالِهِمْ صَدَقَةً الآية).
Lalu Rasulullah saw mengambil 1/3 dari harta mereka.
Dalam
riwayat lain desebutkan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Thabrani dan Baihaqi, bahwa Tsa'labah ibn Hathab meminta doa
Rasulullah, "Ya Rasulullah berdoalah pada Allah supaya Dia memberi rizki
harta pada saya!' Kemudian berkembang-biaklah domba Tsa'labah hingga dia tidak
shalat Jum'at dan ikut jama'ah, lalu turunlah ayat 'Khudz min amwaalihim.
ü Tafsir
(خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً
تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا / Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka). Yakni, Wahai Rasul dan setiap pemerintah muslim
sesudahmu, ambillah shadaqah (zakat) dengan kadar tertentu dari harta
orang-orang yang bertaubat dan yang lainnya. (التزكية/mensucikan): berarti membersihkan
dengan ekstra. Yakni, Allah swt tidak menjadikan berkurangnya harta karena
dikeluarkan zakatnya sebagai sebab berkembangnya. Dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Muslim, dan Tirmidzi dari Abu
Hurairah, Rasulullah saw bersabda : “ما نقصت صدقة
من مال/Harta tidak akan berkurang lantaran sedekah “.
Menurut al-Hasan al-Bashri yang dimaksud dengan
shadaqah di sini adalah shadaqah yang dapat menghapuskan dosa yang dilakukan
mereka (yang tidak ikut perang Tabuk), jadi bukan zakat wajib. Sedangkan
menurut kebanyakan Ulama Fiqh yang dimaksud dalam ayat ini adalah zakat wajib.
Atas dasar ini, maksud firman Allah : (خُذْ مِنْ
أَمْوالِهِمْ ) adalah seluruh harta dan orang. Harta itu
bersifat umum, tapi yang dimaksud adalah khusus, karena mengecualikan harta
yang tidak diwajibkan zakat seperti rumah dan pakaian. (lihat Tafsir Ahkam,
al-Jashshash)
Dalil
bahwa yang dimaksud dalam ayat adalah sedekah wajib, yaitu firman
Allah (تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ
بِها ),
yakni sedekah itu dapat membersihkan dan mensucikan mreka dari dosa disebabkan
mengambil sedekah tersebut.
ü Orang yang berhak
menerima zakat:
·
Orang-orang Fakir
Orang-orang yang di dalam penghidupannya untuk
kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik bagi dirinya sendiri dan atau orang yang
menjadi tanggungannya, hanya mampu mencukupi kurang dari separuh keperluannya.
dari Ibnu Umar, bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda."
"لَا تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لغَنِيٍّ وَلَا لِذِي مِرَّة
سَويّ"
Zakat itu tidak halal bagi orang yang berkecukupan, tidak pula
bagi orang yang kuat lagi bermata pencaharian[3].
·
orang-orang Miskin
orang yang dapat mencukupi kebutuhannya tetapi
belum sepenuhnya tercukupi.
·
’Amil (Orang-orang yang mengurusi zakat)
Yaitu beberapa orang yang ahli tentang seluk-beluk zakat
(hukum-hukumnya, barang-barang, dan kadar masing-masing yang dizakati dan
sebagainya) yang diangkat oleh Nabi SAW/ Pimpinan umat Islam dan bertugas
sebagai penghitung dan penerima serta penagih zakat dari kaum muslimin untuk
disalurkan sebagaimana mestinya. Walaupun ia bukan fakir/miskin, namun berhaq
menerima zakat, dengan kata lain pengurus masjid atau marbot.
·
Muallaf
Yaitua : 1)Orang yang baru masuk islam, agar
makin mantap keislamannya. 2)Orang yang di harapkan masuk islam dan telah
tampak tanda-tanda simpati dan perhatiannya terhadap islam, ia
berhaq menerima zakat tersebut agar semakin memperlancar keislaman orang itu.
3)Orang-orang yang sangat memusuhi islam dan berpengaruh dalam masyarakat,
·
Budak
Mereka berhaq mendapat bagian zakat untuk membebaskan dirinya
dari cengkeraman perbudakan.
·
Gharim (orang-orang yang berhutang)
Yaitu orang-orang islam yang kesulitan dan kepayahan karena
terbelit oleh hutang-hutangnya yang bukan disebabkan karena pemborosan/maksyiat
(judi dan sebagainya).
·
Sabilillah (jalan Allah)
Yaitu setiap sarana dan tempat serta orang-orang yang
berhubungan dengan hal-hal yang berguna bagi agama maupun masyarakat luas.
Misalnya : Masjid-masjid, sekolahan, madrasah, lembaga-lembaga da’wah, tempat
pengajian dan sebagainya, termasuk orang-orang yang menyelenggarakan serta mengurusinya.
·
Ibnus-sabil (orang yang dalam perjalanan/musafir)
Yaitu orang yang dalam perjalanan, lalu putus bekal dan
dikhawatirkan terlantar dalam perantauannya itu, maka yang demikian itupun
berhaq menerima zakat untuk bekal pulang ke negeri/daerah asalnya.
C.
Penutup
Kesimpulan
Zakat merupakan salah
satu rukun islam yang harus kita percayai. Zakat merupakan perbuatan yang dapat
mensucikan diri atau membersihkan dari segala sifat dengki atau sombong, tamak
atau ria. Ada 8 golongan yang berhak menerima zakat, yaitu: orang fakir/miskin,
orang miskin, mualaf, ibnu sabil, gharim, budak dan amil.
Kita dapat mengetahui
tentang cara mentafsirkan surat at taubah ayat 103. Langkah-langkah yaitu:
1. Tentukan mufrodat-nya
2. Isi kandungannya
3. Tujuan pembicaraan
4. Munasabah, Bisa di
bantu dengan azbab an nuzul.
5. Di tafsirkan