27.5.18

MATERI PELAJARAN SEKOLAH : ZAKAT



A.      Pendahuluan

Kita sebagai umat muslim pasti meyakini rukun islam. Salah satu rukun islam adalah zakat yang merupakan rukun ke 3. Zakat juga merupakan kewajiban.
Sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah SAW yang artinya : Dari ‘Abdullah r.a., katanya Rasulullah SAW bersabda : “Islam dibina atas lima perkara : Pengakuan (syahadat) bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad hamba-Nya dan Rasul-Nya; Mendirikan Shalat; Membayar zakat; Haji ke bait; Puasa Ramadhan.”(HR. Muslim).
Surat yang menjelaskan tentang zakat salah satunya adalah surat at taubah ayat 103. Surat tersebut berisi tentang zakat merupakan salah satu cara untuk mensucikan, membersihkan, menyempurnakan diri. Tujuannya untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Firman Allah dalam surat at taubah ayat 103:
  
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
B.     Metode Tafsir Tahlili
Tafsir tahlili adalah penafsirann ayat al-Quran dari segala segi dengan mengikuti urutan mushaf dengan meneliti arti mufrodat-nya, kandungan makna, dan tujuan pembicaraannya di dalam tiap-tiap susunan katanya, munasabat antar ayar-ayatnya, menggunakan bantuan asbab al-nuzul, sunah rosul, aqwal sahabah dan tabi’in. kemudian diolah sesuai dengan kepandaian dan keahlian para mufasir dalam bidangnya masing-masing. Tafsir yang ditulis pada masa klasik pada umumnya menggunakan metode tahlili[1]. 
Metode Tahlili adalah penafsiran al-Qur'an secara ayat per ayat, surat per surat, sejalan dengan urutannya dalam mushaf. Untuk itu mufasir menguraikan kosa kata dan lapal, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran dituju dan kandungannya, yaitu unsur ’ijaz, balaghah dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang diistimbathkan dari dari ayat dengan merujuk kepada asbabun nuzul, hadits Nabi, riwayat para sahabat, tabi'in dan tabiit tabiin[2].
 Metode tahlili adalah metode yang dipergunakan oleh kebanyakan ulama pada masa-masa dahulu. Meskipun mereka menempuh pendekatan yang sama, namun ternyata corak masing-masing penafsiran berbeda. Sebagai contoh, ada diantara mereka yang mengemukakan penafsiran dengan metode ini melalui ithnab atau panjang lebar, seperti al-Alussy, al Fakhr al-Raazy, al-Qurthuby, dan Ibn Jarir at-Thabary. Di lain pihak ada diantara mereka yang mengemukakannya dengan yaz atau singkatan, seperti Jalal al-Din al-Mahally dan Jalal al-Din at-Sayuthy, kitab tafsir mereka berdua lebih dikenal dengan tafsir Jalalain: Selain itu ada pula yang mengambil jalan pertengahan (musawah) seperti Imam al-Baidlawy, alNaisabury, dan lain-lain.
1.      Mufrodat  :
ambillah : خُذْ
atas mereka : عَلَيْهِمْ
dari :  مِنْ 
sesungguhnya : إِنَّ
sebagian harta mereka : أَمْوَٰلِهِمْ
doa kamu : صَلَوٰتَكَ
Sedekah : صَدَقَةً
ketentraman : سَكَنٌ
kamu membersihkan mereka : تُطَهِّرُهُمْ 
bagi mereka : لَّهُمْ
dan kamu mensucikan mereka : وَتُزَكِّيهِم
dan Allah : وَٱللَّهُ
dengannya : بِهَا
Maha Mendengar : سَمِيعٌ
dan doakanlah : وَصَلِّ
Maha Mengetahui :  عَلِيمٌ

2.      Isi kandungan
 Allah SWT memerintahkan Rasulullah SAW dalam ayat ini untuk memungut zakat dari umatnya untuk menyucikan dan membersihkan mereka dengan zakat itu. Juga diperintahkan agar beliau berdo’a dan beristighfar bagi mereka yang menyerahkan bagian zakatnya. Pada masa khalifah Abu Bakar, ayat ini dijadikan alasan oleh orang-orang yang menolak mengeluarkan zakat karena yang diperintah untuk memungut zakat dari mereka adalah Rasullullah sendiri, perintah Allah dalam ayat ini ditujukan kepada beliau pribadi bukan Abu Bakar.
Akan tetapi kemudian pendapat mereka ditolak oleh khalifah dan bahkan mereka karena menolak menyerahkan zakat yang wajib itu dinyatakan sebagai orang-orang yang murtad yang patut diperangi. Karena sifat tegas khalifah maka menyerahlah mereka dan kembali kejalan yang benar. Abu bakar berkata: mengenai peristiwa itu, “demi Allah, andaikan mereka menolak menyerahkan kepadaku seutas tali yang pernah mereka serahkanya sebagai kewajiban berzakat kepada Rasulullah, niscaya akan kuperangi mereka karena penolakan itu”.
3.      Tujuan pembicaraan
Tujuan pembicaraan yaitu untuk mengingatkan kita tentang zakat sebagaimana telah jelaskan pada isi kandungan tersebut, bagaimana zakat pada masa khalifah bahwa orang yang tidak menyerahkan zakat yang wajib maka dinyatakan sebagai orang-orang murtad. Di jelaskan juga tentang orang yang berhak menerima zakat.
4.      Munasabat
 Jika yang dimaksud dengan kata (صَدَقَةً ) adalah menghapuskan dosa yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak ikut perang Tabuk sebagaimana dikatakan oleh al-Hasan al-Bashri, maka munasabah (hubungan) antara ayat ini dengan ayat sebelumnya cukup jelas, sebab yang dimaksud adalah mengobati kesalahan sekelompok orang ini. Jadi ayat ini khusus bagi mereka. Bisa juga menjadikan maksud ayat ini bersifat umum dengan mengatakan : Jika kalian ridha dengan mengeluarkan sedekah yang tidak wajib, maka kalian ridha dengan mengeluarkan yang wajib adalah lebih utama.
Ayat ini juga menjelaskan tentang orang-orang kaya untuk zakat. Adapun pendapat ulama fiqh, maka hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya adalah seperti ini : Ketika mereka mengemukakan taubat dan penyesalannya karena tidak ikut perang Tabuk, dan mereka mengakui bahwa menyebabkannya adalah karena cinta harta serta sangat ambisi menjaga harta itu dari infak, maka seolah-olah dikatakan kepada mereka : kebenaran perkataan kalian tentang pengakuan taubat dan penyesalan adalah jika kalian mengeluarkan zakat wajib, karena  pengakuan tidak  terbukti kecuali dengan bukti, dengan ujian seseorang menjadi mulia atau hina. Jika mereka melaksanakan zakat itu dengan senang hati, maka nyatalaha kebenaran taubat mereka. Jika tidak, mereka adalah orang-orang yang dusta.
5.      Bantuan azbab an-nuzul
Ibnu Jarir  meriwayatkan dari Ibnu Abbas : bahwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya yang mengikatkan diri di tiang-tiang mesjid ketika mengakui dosa-dosa mereka dan Allah pun telah mengampuni mereka datang kepada Rasulullah saw. Dengan membawa harta mereka seraya berkata: "Ya Rasulullah, inilah harta benda kami yang merintangi kami untuk turut berperang. Ambillah harta itu dan bagi-bagikanlah, serta mohonkanlah ampun untuk kami atas kesalahan kami." Rasulullah menjawab: "Aku belum diperintahkan untuk menerima hartamu itu." Maka turunlah ayat ini : (خُذْ مِنْ أَمْوالِهِمْ صَدَقَةً الآية). Lalu Rasulullah saw mengambil 1/3 dari harta mereka.
Dalam riwayat lain desebutkan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Thabrani dan Baihaqi, bahwa Tsa'labah ibn Hathab meminta doa Rasulullah, "Ya Rasulullah berdoalah pada Allah supaya Dia memberi rizki harta pada saya!' Kemudian berkembang-biaklah domba Tsa'labah hingga dia tidak shalat Jum'at dan ikut jama'ah, lalu turunlah ayat 'Khudz min amwaalihim.
ü  Tafsir
(خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا / Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka). YakniWahai Rasul dan setiap pemerintah muslim sesudahmu, ambillah shadaqah (zakat) dengan kadar tertentu dari harta orang-orang yang bertaubat dan yang lainnya. (التزكية/mensucikan): berarti membersihkan dengan ekstra. Yakni, Allah swt tidak menjadikan berkurangnya harta karena dikeluarkan zakatnya  sebagai sebab berkembangnya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam  Ahmad, Muslim, dan Tirmidzi dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda : “ما نقصت صدقة من مال/Harta tidak akan berkurang lantaran sedekah “.
Menurut al-Hasan al-Bashri yang dimaksud  dengan shadaqah di sini adalah shadaqah yang dapat menghapuskan dosa yang dilakukan mereka (yang tidak ikut perang Tabuk), jadi bukan zakat wajib. Sedangkan menurut kebanyakan Ulama Fiqh yang dimaksud dalam ayat ini adalah zakat wajib. Atas dasar ini, maksud firman Allah : (خُذْ مِنْ أَمْوالِهِمْ ) adalah seluruh harta dan orang. Harta itu bersifat umum, tapi yang dimaksud adalah khusus, karena mengecualikan harta yang tidak diwajibkan zakat seperti rumah dan pakaian. (lihat Tafsir Ahkam, al-Jashshash)
Dalil bahwa yang dimaksud dalam ayat  adalah sedekah wajib, yaitu firman Allah (تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِها            ), yakni sedekah itu dapat membersihkan dan mensucikan mreka dari dosa disebabkan mengambil sedekah tersebut.
ü  Orang yang berhak menerima zakat:
·         Orang-orang Fakir
Orang-orang yang  di dalam penghidupannya untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik bagi dirinya sendiri dan atau orang yang menjadi tanggungannya, hanya mampu mencukupi kurang dari separuh keperluannya.
dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda."
"لَا تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لغَنِيٍّ وَلَا لِذِي مِرَّة سَويّ"
Zakat itu tidak halal bagi orang yang berkecukupan, tidak pula bagi orang yang kuat lagi bermata pencaharian[3].
·         orang-orang Miskin
orang yang dapat mencukupi kebutuhannya tetapi belum sepenuhnya tercukupi.
·         ’Amil (Orang-orang yang mengurusi zakat)
Yaitu beberapa orang yang ahli tentang seluk-beluk zakat (hukum-hukumnya, barang-barang, dan kadar masing-masing yang dizakati dan sebagainya) yang diangkat oleh Nabi SAW/ Pimpinan umat Islam dan bertugas sebagai penghitung dan penerima serta penagih zakat dari kaum muslimin untuk disalurkan sebagaimana mestinya. Walaupun ia bukan fakir/miskin, namun berhaq menerima zakat, dengan kata lain pengurus masjid atau marbot.
·         Muallaf
Yaitua : 1)Orang yang baru masuk islam, agar makin mantap keislamannya. 2)Orang yang di harapkan masuk islam dan telah tampak tanda-tanda simpati dan   perhatiannya terhadap islam, ia berhaq menerima zakat tersebut agar semakin memperlancar keislaman orang itu. 3)Orang-orang yang sangat memusuhi islam dan berpengaruh dalam masyarakat,
·         Budak
Mereka berhaq mendapat bagian zakat untuk membebaskan dirinya dari cengkeraman perbudakan.
·         Gharim (orang-orang yang berhutang)
Yaitu orang-orang islam yang kesulitan dan kepayahan karena terbelit oleh hutang-hutangnya yang bukan disebabkan karena pemborosan/maksyiat (judi dan sebagainya).
·         Sabilillah (jalan Allah)
Yaitu setiap sarana dan tempat serta orang-orang yang berhubungan dengan hal-hal yang berguna bagi agama maupun masyarakat luas. Misalnya : Masjid-masjid, sekolahan, madrasah, lembaga-lembaga da’wah, tempat pengajian dan sebagainya, termasuk orang-orang yang menyelenggarakan serta mengurusinya.
·         Ibnus-sabil (orang yang dalam perjalanan/musafir)
Yaitu orang yang dalam perjalanan, lalu putus bekal dan dikhawatirkan terlantar dalam perantauannya itu, maka yang demikian itupun berhaq menerima zakat untuk bekal pulang ke negeri/daerah asalnya.
C.     Penutup
Kesimpulan
Zakat merupakan salah satu rukun islam yang harus kita percayai. Zakat merupakan perbuatan yang dapat mensucikan diri atau membersihkan dari segala sifat dengki atau sombong, tamak atau ria. Ada 8 golongan yang berhak menerima zakat, yaitu: orang fakir/miskin, orang miskin, mualaf, ibnu sabil, gharim, budak dan amil.
Kita dapat mengetahui tentang cara mentafsirkan surat at taubah ayat 103. Langkah-langkah yaitu:
1.      Tentukan mufrodat-nya
2.      Isi kandungannya
3.      Tujuan pembicaraan
4.      Munasabah, Bisa di bantu dengan azbab an nuzul.
5.      Di tafsirkan




Artikel Lainnya