KATA PENGANTAR
Puji syukur Ke Hadirat Yang Maha
Esa akhirnya masih diberi kemampuan untuk menyelesaikan secara
tuntas makalah kerajaan islam Kesultanan Malaka yang berkarakter
dalam rangka mengembangkan kompetensi, membangun karakter dan budaya bangsa.
Suatu kebahagiaan tersendiri bagi
kami bisa mengimlementasikan apa yang ada di benak sanubari kami yang berupa
idealisme kami dalam rangka ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di sisi lain kami harus berfikir dan
bekerja keras karena dituntut untuk selalu menyesuaikan dengan kebutuhan
agar makalah yang kami susun ini ada manfaatnya untuk menjadikan anak
didik / siswa-siswi sebagai generasi bangsa yang cerdas serta berbudi
pekerti yang luhur, menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa.
Berdasarkan nilai-nilai luhur yang tersirat pada butir-butir Pancasila sebagai
dasar negara Indonesia.terima kasih
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL....................................................................................... ..... i
KATA
PENGATAR........................................................................................ .... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... ... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang....................................................................... .... 1
B. Rumusan
Masalah................................................................... .... 1
C. Tujuan..................................................................................... .... 2
D. Manfaat.................................................................................. .... 2
E. Metode................................................................................... .... 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................... .... 3
A. Awal
Pendirian Kesultanan Malaka....................................... .... 3
B.
Periode Pemerintahan............................................................. .... 3
C.
Malaka Sebagai Pusat Penyebaran Agama Islam................... .... 5
D.
Kehancuran............................................................................. .... 8
E.
Kehidupan Politik Malaka...................................................... .... 9
F.
Kehidupan Ekonomi............................................................... .. 10
G.
Kehidupan Sosial.................................................................... .. 11
H. Kebudayaan
Malaka............................................................... .. 11
BAB III PENUTUP..................................................................................... .. 14
A. Kesimpulan............................................................................. .. 14
B. Kritik dan
Saran..................................................................... .. 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesultanan
Malaka merupakan kerajaan islam kedua di Asia Tenggara. Kesultanan ini berdiri
pada awal abad ke- 15 M. Kerajaan ini
cepat berkembang, bahkan dapat mengambil alih dominasi pelayaran dan perdagangan
dari kerajaan Samudera Pasai yang kalah bersaing. Sejauh menyangkut penyebaran
Islam di Tanah Melayu, peranan Kesultanan Malaka sama sekali tidak dapat
dikesampingkan dalam proses islamisasi, karena konversi Melayu terjadi terutama
selama periode Kesultanan Malaka pada abad ke- 15 M.
Kerajaan Malaka
didirikan oleh Parameswara antara tahun 1380-1403 M. Parameswara berasal dari
Sriwijaya, dan merupakan putra Raja Sam Agi. Saat itu, ia masih menganut agama
Hindu. Ia melarikan diri ke Malaka karena kerajaannya di Sumatera yang runtuh
akibat diserang Majapahit. Pada saat Malaka didirikan, di situ terdapat
penduduk asli dari Suku Laut yang hidup sebagai nelayan. Mereka berjumlah lebih
kurang tiga puluh keluarga. Raja dan pengikutnya adalah rombongan pendatang
yang memiliki tingkat kebudayaan yang jauh lebih tinggi, karena itu, mereka
berhasil mempengaruhi masyarakat asli. Kemudian, bersama penduduk asli
tersebut, rombongan pendatang mengubah Malaka menjadi sebuah kota yang ramai.
Selain menjadikan kota tersebut sebagai pusat perdagangan, rombongan pendatang
juga mengajak penduduk asli menanam tanaman yang belum pernah mereka kenal
sebelumnya, seperti tebu, pisang, dan rempah-rempah.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana awal berdirinya Kesultanan Malaka
pada tahun 1402 ?
2.
Bagaimana politik dan kepemerintahan yang
dilakukan oleh Kesultanan Malaka?
3.
Bagaimana
eksisitensi Kesultanan Malaka dalam menyebarkan Islam ke Nusantara?
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui awal berdirinya Kesultanan Malaka.
2.
Untuk
mengetahui politik pemerintahan yang dilakukan oleh Kesultanan Malaka
dalam menjalankan roda kepemerintahannya.
3.
Untuk
mengetahui eksistensi Kesultanan Malaka dalam menyebarkan islam ke
Nusantara.
4.
Untuk
mengetahui kehidupan sosial ,ekonomi, dan budaya nya
D. Manfaat
1.
Sebagai sumber informasi dan
pengetahuan atas berdirinya
Kesultanan Malaka di Nusantara dan dampak terhadap proses islamisasi yang
dilakukan.
2.
Sebagai motivasi untuk melanjutkan
perjuangan bangsa di masa sekarang dan selanjutnya dalam bentuk yang berbeda.
3.
Sebagai suatu pengalaman bangsa atas kejayaan di masa lampau.
E. Metode
Adapun metode
yang dilakukan adalah dengan mencari informasi dari media internet
BAB II
PEMBAHASAN
A. Awal Pendirian Kesultanan Malaka
Pembentukan
negara Malaka disinyalir ada kaitannya dengan perang saudara di Majapahit
setelah Hayam Wuruk (1360-89 M) meninggal dunia. Sewaktu perang saudara
tersebut, Parameswara, Putra raja Sriwijaya – Palembang turut terlibat karena
ia menikah dengan salah seorang putri Majapahit. Parameswara kalah dalam perang
tersebut dan melarikan diri ke Tumasik (sekarang Singapura) yang berada di bawah
pemerintahan Siam saat itu. Beliau membunuh penguasa Tumasik, yang
bernama Temagi dan kemudian menobatkan dirinya sebagai penguasa baru.
Persoalan ini
diketahui oleh Kerajaan Siam dan memutuskan untuk menuntut balas atas kematian
Temagi. Parameswara dan pengikutnya mengundurkan diri ke Muar dan akhirnya
sampai di Malaka lalu membuka sebuah kerajaan baru di sana pada tahun 1402 M.
Menurut versi ini, kedatangan islam ke Malaka terjadi tahun 1406 M, ketika
Parameswara menganut Islam dan mengganti nama menjadi Muhammad Iskandar
Syah. Pengislamannya diikuti oleh pembesar-pembesar istana dan rakyat jelata.
Dengan demikian Islam mulai tersebar di Malaka. Parameswara (Muhammad Iskandar
Syah) memerintah selama 12 tahun. Baginda mendapati Malaka sebagai
sebuah kampung dan meninggalkannya sebagai sebuah kota serta pusat perdagangan
terpenting di Selat Malaka, sehingga orang-orang Arab
menggelarinya sebagai malakat (perhimpunan segala pedagang).
Kitab sejarah
melayu (The Malay Annals), turun menceritakan bahwa raja
Malaka, Megat Iskandar Syah, adalah orang pertama di kesultanan itu yang
memeluk agama Islam. Selanjutnya ia memerintahkan segenap warganya baik yang
berkedudukan tinggi maupun rendah untuk menjadi Muslim.
B. Periode Pemerintahan
Raja/Sultan yang
memerintah di Malaka adalah sebagai berikut:
1.
Parameswara yang
bergelar Muhammad Iskandar Syah (1402—1414)
2.
Megat
Iskandar Syah (1414—1424)
3.
Sultan
Muhammad Syah (1424-1444)
5.
Sri Parameswara Dewa Syah (1444—1445)
6.
Sultan Mudzaffar Syah (1445—1459)
7.
Sultan Mansur Syah (1459—1477)
8.
Sultan Alauddin Riayat Syah (1477—1488)
9.
Sultan Mahmud Syah (1488—1551)
Setelah
Parameswara masuk Islam, ia mengubah namanya menjadi Muhammad Iskandar Syah
pada tahun 1406, dan menjadi Sultan Malaka I. Kemudian, ia kawin dengan putri
Sultan Zainal Abidin dari Pasai. Pada tahun 1414 Parameswara wafat dan
digantikan putranya, Megat Iskandar Syah. Ia memerintah selama 10 tahun, dan
kemudian digantikan oleh Muhammad Syah. Putra Muhammad Syah yang kemudian
menggantikannya adalah Raja Ibrahim (Sri Parameswara Dewa Syah) yang tidak menganut Islam. Namun masa
pemerintahannya hanya 17 bulan, dan dia mangkat karena terbunuh pada 1445.
Saudara seayahnya, Raja Kasim, kemudian menggantikannya dengan gelar Sultan
Mudzaffar Syah atau Sultan Malaka V.
Di bawah
pemerintahan Sultan Mudzaffar Syah, Malaka melakukan ekspansi di Semenanjung Malaya dan
pantai timur Sumatera (Kampar dan Indragiri). Di kemudian hari secara politik,
Kesultanan Malaka membangun hubungan yang baik namun hati-hati dengan Jawa
(Majapahit) maupun Siam.
Pada masa
pemerintahan raja berikutnya yang naik tahta pada tahun 1459, Sultan Mansur
Syah (Sultan Malaka VI), Malaka menyerbu Kedah dan Pahang, dan
menjadikannya negara vassal. Di bawah sultan yang sama Johor, Jambi, Siak dan
kepulauan Riau-Lingga juga takluk.
Dengan demikian
Malaka mengendalikan sepenuhnya kedua pesisir yang mengapit Selat Malaka.
Jatuhnya Siak dibawah pengaruh Malaka mengakibatkan Malaka dapat mempengaruhi
perdagangan emas di hampir seluruh semenanjung Melayu.
Mansur Syah
berkuasa sampai mangkatnya pada 1477. Dia digantikan oleh putranya Alauddin
Riayat Syah. Sultan memerintah selama 11 tahun,
saat dia meninggal dan digantikan oleh putranya Sultan Mahmud Syah.
C. Malaka Sebagai Pusat
Penyebaran Agama Islam
Sebelum muncul
dan tersebarnya Islam di Semenanjung Arabia, para pedagang Arab telah lama
mengadakan hubungan dagang di sepanjang jalan perdagangan antara Laut Merah dengan
Negeri Cina. Berkembangnya agama Islam semakin memberikan dorongan pada
perkembangan perniagaan Arab, sehingga jumlah kapal maupun kegiatan perdagangan
mereka di kawasan timur semakin besar.
Pada abad VIII,
para pedagang Arab sudah banyak dijumpai di pelabuhan Negeri Cina. Diceritakan,
pada tahun 758 M, Kanton merupakan salah satu tempat tinggal para pedagang
Arab. Pada abad IX, di setiap pelabuhan yang terdapat di sepanjang rute
perdagangan ke Cina, hampir dapat dipastikan ditemukan sekelompok kecil
pedagang Islam. Pada abad XI, mereka juga telah tinggal di Campa dan menikah
dengan penduduk asli, sehingga jumlah pemeluk Islam di tempat itu semakin
banyak. Namun, rupanya mereka belum aktif berasimilasi dengan kaum pribumi
sehingga penyiaran agama Islam tidak mengalami kemajuan.
Sebagai salah
satu bandar ramai di kawasan timur, Malaka juga ramai dikunjungi oleh para pedagang
Islam. Lambat laun, agama ini mulai menyebar di Malaka. Dalam perkembangannya,
raja pertama Malaka, yaitu Prameswara akhirnya masuk Islam pada tahun 1406M. Dengan
masuknya raja ke dalam agama Islam, maka Islam kemudian menjadi agama resmi di
Kerajaan Malaka, sehingga banyak rakyatnya yang ikut masuk Islam. Salatus
Salatin, juga
merekam dengan baik peristiwa ini dan menceritakan bagaimana proses konversi
Islam yang dialami Sultan Iskandar Muhammad Syah, di mana Rasulullah hadir
dalam mimpinya dan mengajarkannya mengucap syahadat. Kedatangan seorang makhdum
dari Jeddah yang bernama Syed Abdul Azis yang diberitakan dalam mimpinya,
dikisahkan keesokan harinya menjadi kenyataan. Dari Syed inilah Sultan Iskandar
Muhammad Syah dan rakyatnya mendalami Islam. Di negara Malaka yang terkenal
sebagai pusat perdagangan Internasional, para sultan turut mendukung proses
islamisasi, dengan turut meningkatkan pemahaman terhadap Islam dan
berpatisipasi dalam pengembangan Islam. Pemerintah memberikan kontribusi yang
besar dalam mensukseskan kegiatan dakwah. Sultan Malaka yang lebih dulu
menganut islam misalnya, dilukiskan oleh Tome Pires –
sebagaimana dikutip oleh A.C. Milner – sebagai orang yang
telah mengajarkan pengetahuan agama Islam kepada para raja dari negara- negara
Melayu lainnya karena pengetahuannya yang luas tentang agama islam. Selain itu,
para sultan Malaka – mulai dari sultan yang pertama – begitu juga para pejabat
pemerintah sangat berminat terhadap ajaran Islam. Banyak di antara mereka yang
berguru kepada ulama- ulama yang terkenal. Sebagai contoh, sejarah melayu
menyebutkan Sultan Muhammad Syah berguru kepada Maulana Abdul Azis, Sultan
Mansur Syah berguru kepada Kadi Yusuf dan Maulana Abu Bakar. Sementara Sultan
Mahmud Syah, Bendara Seri Maharaja, Megat Seri Rama dan Tunai Mai Ulat Bulu
berguru kepada Sadr Johan, begitu juga Sultan Ahmad yang belajar ilmu tasawuf
kepadanya. Kaum ulama saat itu sangat dihormati dan dihargai. Kadi dan ahli
fikih mempunyai kedudukan yang sama dengan pembesar negara yang lain. Sebagai
ilustrasi, Wahid mengemukakan contoh menarik mengenai status tinggi yang
dinikmati oleh para kadi dan sarjana Muslim ini. Katanya, seorang guru agama
dari Arab, bernama Makhdum Sadr Johan, bisa menolak untuk mengajar penguasa
Malaka, Sultan Mahmud Syah, ketika yang terahir ini menandatangi ruang kelasnya
dengan menunggang seekor gajah. Hal yang sama juga terjadi pada Menteri Kepala
(Bendahara), ketika yang terakhir ini datang ke kelasnya sambil minum. Penguasa
Malaka yang lain, Sultan Mansur Syah, dikisahkan konon telah mencari nasihat
keagamaan dari Makhdum Patajkan, sufi ‘alim yang sangat terkenal dari Pasai.
Ini semua menunjukkan betapa para ulama dihormati dan dihargai. Selain turut
mendalami ajaran islam, para sultan juga diceritakan turut meningkatkan syiar
islam. Sejarah Melayu menceritakan bahwa Ramadhan, Sultan bersama pembesar
istana turut berangkat ke mesjid melaksanakan shalat tarawih, di mana kala itu
mesjid menjadi tumpuan umat islam terutama pada bulan Ramadhan. Respon sultan
dan rakyat Malaka yang antusias terhadap kedatangan agama islam, pada
gilirannya turut pula mengangkat posisi Malaka sebagai pusat kegiatan dakwah.
Selain rakyatnya menyebarkan dakwah ke luar negeri, banyak pula orang luar yang
datang ke Malaka untuk menuntut ilmu. Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga, dua
ulama dari jawa yang begitu terkenal sebelumnya, menamatkan pengajiannya di
Malaka. Adalah melalui kekuasaan kerajaan Malaka, Islamisasi kepulauan mendapat
dorongan baru. Malaka menjadi salah satu pusat kunci dari mana islam berkembang
dari sepanjang pesisir ke wilayah- wilayah seperti kepulauan Sulu di Filipina.
Agaknya, luasnya pengaruh, kekuatan ekonomi dan kejayaan Malaka telah
memungkinkannya – sampai derajat tertentu – menjadi pusat Islam pada saat itu.
Kejayaan dan pengaruh Malaka yang begitu besar ini diakui oleh Tome
Pires yang ada pada awal abad ke- 16, mencatat bahwa “Malaka begitu
penting dan menguntungkan sehingga tampak bagi saya bahwa ia tidak ada
tandingannya di dunia”. Selain itu, Sejarah Melayu seperti halnya laporan dari
sumber- sumber Portugis maupun Cina, juga membicarakan dengan penuh semangat,
walaupun dengan agak berlebihan, mengenai kejayaan dan keluasan pengarih dan
kekuatan ekonomi Malaka, suatu pengaruh yang hanya dapat diimbangi oleh
kerajaan Majapahit yang berbasis di Jawa. Malaka tidak hanya menguasai beberapa
kerajaan yang telah masuk Islam seperi Aru, Pedir, dan Lambri, tetapi juga
menguasai daerah- daerah baru di Sumatera yang juga telah masuk Islam seperti
Kampar, Indragiri, Siak, Jambi, Bengkalis, dan Lingga. Di samping itu, di
Semenanjung Malaya, daerah seperti Pahang, Pattani, Kedah, Johor, serta daerah
lain yang telah menerima Islam juga mengakui kekuasaan kerajaan Malaka. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa Islam telah menjadi unsur penting yang tidak
terpisahkan dari kehidupan Malaka, pusat kunci dari mana Islam menyebar ke
seluruh bagian lain di Nusantara. Sebagai pusat pengajian Islam, Malaka begitu
peka terhadap perkembangan Islam. Langkah para sultan yang menitikberatkan pada
pelayanan terhadap alim ulama memungkinkan Islam berkembang pesat. Sementara
itu, Islam yang mempunyai dasar filosofis dan rasional yang kuat, mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan Melayu. Dalam kehidupan sehari- hari, ajaran Islam dan
nilai yang konsisten dengan Islam, menjadi sumber penuntun hidup yang penting
bagi Melayu.
Selanjutnya,
Malaka berkembang menjadi pusat perkembangan agama Islam di Asia Tenggara,
hingga mencapai puncak kejayaan di masa pemeritahan Sultan Mansyur Syah
(1459—1477). Kebesaran Malaka ini berjalan seiring dengan perkembangan agama
Islam. Negeri-negeri yang berada di bawah taklukan Malaka banyak yang memeluk agama Islam.
Untuk mempercepat proses penyebaran Islam, maka dilakukan perkawinan
antarkeluarga.
Malaka juga
banyak memiliki tentara bayaran yang berasal dari Jawa. Selama tinggal di
Malaka, para tentara ini akhirnya memeluk Islam. Ketika mereka kembali ke Jawa,
secara tidak langsung, mereka telah membantu proses penyeberan Islam di tanah
Jawa. Dari Malaka, Islam kemudian tersebar hingga Jawa, Kalimantan Barat,
Brunei, Sulu dan Mindanau (Filipina Selatan).
D. Kehancuran
Mahmud Syah
memerintah Malaka sampai tahun 1511, saat ibu kota kerajaan tersebut diserang
pasukan Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque. Serangan dimulai
pada 10 Agustus 1511 dan berhasil direbut pada 24 Agustus 1511. Sultan Mahmud
Syah melarikan diri ke Bintan dan mendirikan ibukota baru di sana. Pada tahun
1526 Portugis membumihanguskan Bintan, dan Sultan kemudian melarikan diri ke
Kampar, tempat dia wafat dua tahun kemudian. Usia Malaka ternyata cukup pendek,
hanya satu setengah abad. Sebenarnya, pada tahun 1512, Sultan Mahmud Syah yang
dibantu Dipati Unus menyerang Malaka, namun gagal merebut kembali wilayah ini
dari Portugis. Sejarah Melayu tidak berhenti sampai di sini. Sultan Melayu
segera memindahkan pemerintahannya ke Muara, kemudian ke Pahang, Bintan Riau,
Kampar, kemudian kembali ke Johor dan terakhir kembali ke Bintan. Begitulah,
dari dahulu bangsa Melayu ini tidak dapat dipisahkan. Kolonialisme Baratlah
yang memecah belah persatuan dan kesatuan Melayu.
E. Kehidupan Politik Malaka
Dalam
menjalankan dan menyelenggarakan politik negara, ternyata para sultan menganut paham politik hidup
berdampingan secara damai (co-existence policy) yang dijalankan secara efektif.
Politik hidup berdampingan secara damai dilakukan melalui hubungan diplomatik
dan ikatan perkawinan. Politik ini dilakukan untuk menjaga keamanan internal
dan eksternal Malaka. Dua kerajaan besar pada waktu itu yang harus diwaspadai
adalah Cina dan Majapahit. Maka, Malaka kemudian menjalin hubungan damai dengan
kedua kerajaan besar ini. Sebagai tindak lanjut dari politik negara tersebut,
Parameswara kemudian menikah dengan salah seorang putri Majapahit.
Sultan-sultan
yang memerintah setelah Prameswara (Muhammad Iskandar Syah)) tetap menjalankan
politik bertetangga baik tersebut. Sebagai bukti, Sultan Mansyur Syah
(1459—1477) yang memerintah pada masa awal puncak kejayaan Kerajaan Malaka juga
menikahi seorang putri Majapahit sebagai permaisurinya. Di samping itu,
hubungan baik dengan Cina tetap dijaga dengan saling mengirim utusan. Pada
tahun 1405 seorang duta Cina Ceng Ho datang ke Malaka untuk mempertegas kembali
persahabatan Cina dengan Malaka. Dengan demikian, kerajaan-kerajaan lain tidak
berani menyerang Malaka.
Pada tahun
1411, Raja Malaka balas berkunjung ke Cina beserta istri, putra, dan
menterinya. Seluruh rombongan tersebut berjumlah 540 orang. Sesampainya di
Cina, Raja Malaka beserta rombongannya disambut secara besar-besaran. Ini
merupakan pertanda bahwa, hubungan antara kedua negeri tersebut terjalin dengan
baik. Saat akan kembali ke Malaka, Raja Muhammad Iskandar Syah mendapat hadiah
dari Kaisar Cina, antara lain ikat pinggang bertatahkan mutu manikam, kuda
beserta sadel-sadelnya, seratus ons emas dan perak, 400.000 kwan uang kertas,
2600 untai uang tembaga, 300 helai kain khasa sutra, 1000 helai sutra tulen,
dan 2 helai sutra berbunga emas. Dari hadiah-hadiah tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa, dalam pandangan Cina, Malaka adalah kerajaan besar dan
diperhitungkan.
Di masa Sultan
Mansur Syah, juga terjadi perkawinan antara Hang Li Po, putri Maharaja Yung Lo
dari dinasti Ming, dengan Sultan Mansur Shah. Dalam prosesi perkawinan ini,
Sultan Mansur Shah mengirim Tun Perpateh Puteh dengan serombongan pengiring ke
negeri China untuk menjemput dan membawa Hang Li Po ke Malaka. Rombonga ini
tiba di Malaka pada tahun 1458 dengan 500 orang pengiring.
Dalam
pengabdiannya demi kebesaran Malaka, Laksamana Hang Tuah dikenal memiliki
semboyan berikut.
1.
Esa hilang dua terbilang
2.
Tak Melayu hilang di bumi.
3.
Tuah sakti hamba negeri.
Laksamana yang
kebesaran namanya dapat disamakan dengan Gajah Mada atau Adityawarman ini
adalah tangan kanan Sultan Malaka, dan sering dikirim ke luar negeri mengemban
tugas kerajaan. Ia menguasai bahasa Keling, Siam dan Cina. Hingga saat
ini, orang Melayu masih mengagungkan Hang Tuah, dan keberadaanya hampir menjadi
mitos. Namun demikian, Hang Tuah bukanlah seorang tokoh gaib. Dia meninggal di
Malaka dan dimakamkan di tempat asalnya, Sungai Duyung di Singkep.
F. Kehidupan Ekonomi
Sejak Kerajaan Malaka berkuasa,
jalur perdagangan internasional yang melalui Selat Malaka semakin ramai.
Bersamaan dengan melemahnya kekuatan Majapahit dan Samudera Pasai, kerajaan
Malaka tidak memiliki persaingan dalam perdagangan. Tidak adanya saingan di
wilayah tersebut, mendorong kerajaan Malaka membuat aturan-aturan bagi kapal yang sedang melintasi dan
berlabuh di Semenanjung Malaka. Aturan tersebut adalah diberlakukan pajak bea
cukai untuk setiap barang yang datang dari wilayah barat (luar negeri) sebesar
6% dan upeti untuk pedagang yang berasal dari wilayah Timur (dalam negeri).
Tingkat keorganisasian pelabuhan ditingkatkan dengan membuat peraturan tentang
syarat-syarat kapal yang berlabuh, kewajiban melaporkan nama jabatan dan
tanggung jawab bagi kapal-kapal yang sedang berlabuh, dan sebagainya.
Raja dan pejabat kerajaan turut serta dalam perdagangan
dengan memiliki kapal dan awak-awaknya. Kapal tersebut disewakan kepada
pedagang yang hendak menjual barangnya ke luar negeri. Selain
peraturan-peraturan tentang perdagangan, kerajaan Malaka memberlakukan bahasa
Melayu sebagai bahasa resmi dalam perdagangan dan diplomatik.
G. Kehidupan Sosial
Dalam pemerintahannya, raja menunjuk
seorang patih untuk mengurusi kerajaan, dari patih diteruskan kepada bawahannya
yang terdiri dari bupati, tumenggung, bendahara raja, dan seterusnya.
Masalah perpajakan diurus seorang
tumenggung yang menguasai wilayah tertentu, urusan perdagangan laut diurus oleh
syahbandar dan urusan perkapalan diurus oleh laksamana. Kekayaan para raja dan
pejabat kerajaan semakin bertambah akibat dari penarikan upeti dan usaha
menyewakan kapal. Uang yang didapat dipakai untuk membangun istana kerajaan,
membuat mesjid, memperluas pelabuhan, dan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari
yang cenderung mewah. Gejala timbulnya kecemburuan sosial disebabkan oleh
dominasi para bangsawan dan pedagang dalam kehidupan bermasyarakat. Hal inilah
yang menjadi penyebab lemahnya Kerajaan Malaka.
H. Kebudayaan Malaka
Pada kehidupan budaya, perkembangan
seni sastra Melayu mengalami perkembangan yang pesat seperti munculnya
karya-karya sastra yang menggambarkan tokoh-tokoh kepahlawanan dari Kerajaan
Malaka seperti Hikayat Hang Tuah, Hikayat Hang Lekir dan Hikayat Hang Jebat.
Perkembangan seni sastra Indonesia
pada zaman Islam pada umumnya berkembang di daerah-daerah Malaka (Melayu) dan
Pulau Jawa. Peninggalan karya sastra Islam ini dapat dibedakan menjadi empat
jenis, yaitu:
1.
Hikayat
Hijayat adalah hasil karya sastra yang pada prinsipnya sama
seperti dongeng, namun hikayat bercorak Islam. Secara sederhana kita dapat
membuat definisi hikayat bahwa hikayat adalah dongeng khusus agama Islam.
Contoh hikayat yang terkenal antara lain: Hikayat Raja-raja Pasai yang
menceritakan sejarah berdirinya Kerajaan Samudera Pasai, Hikayat Kepahlawanan
Hang Tuah, dan Hikayat Amir Hamzah yang menceritakan perlawanan Amir Hamzah
melawan raja kafir yang bernama Nursewan.
2.
Suluk
Suluk adalah karya sastra yang berisi tentang tasawuf
mengenai keesaan dan keberadaan Allah SWT. Contoh suluk adalah Suluk Wujil
karya Sunan Bonang yang berisi wejangan Sunan Bonang kepada Wujil abdinya yang
mencari keluhuran budi meski tubuhnya khas. Contoh suluk berikutnya adalah
Suluk Sukarsa yang menceritakan tentang seseorang bernama Sukarsa yang sedang
mencari ilmu sejati untuk mendapatkan kesempurnaan hidup.
3.
Syair
Syair adalah puisi lama yang tiap-tiap baitnya terdiri dari
4 baris yang berakhir dengan bunyi yang sama. Contoh syair yang terkenal antara
lain: Syair Perahu, Syair Si Burung Pingai, Syair Abdul Muluk dan lain-lain.
Syair saat ini berkembang dan digunakan dalam lagu-lagu populer modern yang
dibawakan oleh musisi yang memiliki kepedulian terhadap budaya Melayu. Aliran
musik yang menggunakan syair antara lain dangdut dan pop Melayu.
4.
Riwayat
dan Nasihat
Apakah yang dimaksud dengan riwayat? Apa pula bedanya dengan
nasihat? Pada dasarnya, kedua jenis sastra Islam tersebut memuat nilai-nilai
yang sama. Riwayat dan nasihat adalah jenis sastra Islam yang mengisahkan
kehidupan para Nabi beserta nasihat-nasihatnya. Setiap kisah nabi memiliki
pelajaran hidup yang berharga untuk diteladani oleh manusia saat ini. Contoh
riwayat adalah Kitab Manik Maya yang berisi tentang penciptaan dunia.
Contoh karya sastra Islam riwayat yang terkenal adalah Kitab
Bustanussalatin karya Ar-Raniri. Kitab Bustanussalatin berisi tentang kisah
penciptaan bumi, masalah agama dan hukum dalam Islam, dan riwayat nabi-nabi
sejak jaman Nabi Adam as hingga Nabi Muhammad SAW. Kisah raja-raja Islam di
India, Malaka, Pahang dan Aceh sering diabadikan dalam bentuk karya sastra
riwaya
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi, Kesultanan
Malaka (1402-1511) adalah sebuah kesultanan yang didirikan oleh Parameswara,
seorang putra Melayu dari silsilah raja-raja Sriwijaya. Parameswara sendiri
sebelumnya adalah Raja di Tumasik (Singapura) yang pada tahun 1401 mengungsi ke
Utara (Melaka) akibat serangan Majapahit. Dan untuk memperkuat kerajaan barunya
ia melakukan beberapa keputusan penting diantaranya melakukan perjanjian dengan
kerajaan Ming dari Cina pada tahun 1403. Sebagai balasan upeti yang diberikan,
Kekaisaran Cina menyetujui untuk memberikan perlindungan pada kerajaan baru
tersebut terutama dari serangan Majapahit dan Siam.
Disamping itu
Parameswara menikahi putri Pasai, sehingga menambah kokoh kerajaan baik secara militer maupun ekonomi.
Laporan dari kunjungan Laksamana Cheng Ho pada 1409 menyiratkan bahwa pada saat
itu Parameswara masih berkuasa, raja dan rakyat Melaka sudah menjadi muslim. Di
bawah Parameswara, Kesultanan Malaka menjadi menjadi kerajaan yang makmur
ditambah dengan kekuatan militernya yang semakin berkembang. Adapun Panglima
tertinggi yang ditunjuk adalah Panglima Tuan Junjungan serta si kembar
Panglima Bagus Karang dan Panglima Bagus Sekuning. Dan tak ketinggalan
juga jasa seorang laksamana angkatan laut yang 'berjaya' bernama Hang Tuah
yang terkenal dengan sumpahnya, "Ta' Melayu Hilang
di-Dunia"
Pada tahun 1414 Parameswara wafat dan
digantikan putranya, Megat Iskandar Syah. Ia memerintah selama 10 tahun, dan
kemudian digantikan oleh Muhammad Syah. Putra Muhammad Syah yang kemudian
menggantikannya adalah Raja Ibrahim. Namun masa pemerintahannya hanya 17 bulan,
dan dia mangkat karena terbunuh pada 1445. Saudara seayahnya, Raja Kasim,
kemudian menggantikannya dengan gelar Sultan Mudzaffar Syah atau Sultan Malaka
V.
Di bawah
pemerintahan Sultan Mudzaffar Syah, Malaka melakukan ekspansi di Semenanjung Malaya dan pantai timur Sumatera
(Kampar dan Indragiri). Di kemudian hari secara politik, Kesultanan Malaka
membangun hubungan yang baik namun hati-hati dengan Jawa (Majapahit) maupun
Siam.
Pada masa pemerintahan raja berikutnya
yang naik tahta pada tahun 1459, Sultan Mansur Syah (Sultan Malaka VI), Malaka
menyerbu Kedah dan Pahang, dan menjadikannya negara vassal. Di bawah sultan
yang sama Johor, Jambi, Siak dan kepulauan Riau-Lingga juga takluk.
Dengan demikian Malaka mengendalikan
sepenuhnya kedua pesisir yang mengapit Selat Malaka. Jatuhnya Siak dibawah
pengaruh Malaka mengakibatkan Malaka dapat mempengaruhi perdagangan emas di
hampir seluruh semenanjung Melayu. Mansur Syah berkuasa sampai mangkatnya pada
1477. Dia digantikan oleh putranya Alauddin Riayat Syah. Sultan memerintah
selama 11 tahun, saat dia meninggal dan digantikan oleh putranya Sultan Mahmud
Syah.
Mahmud Syah
memerintah Malaka sampai tahun 1511, saat ibu kota kerajaan tersebut diserang
pasukan Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque. Serangan dimulai
pada 10 Agustus 1511 dan berhasil direbut pada 24 Agustus 1511. Sultan Mahmud Syah
melarikan diri ke Bintan dan mendirikan ibukota baru di sana. Pada tahun 1526
Portugis membumihanguskan Bintan, dan Sultan kemudian melarikan diri ke Kampar,
tempat dia wafat dua tahun kemudian..
B. Kritik dan Saran
Mungkin dalam
pembuatan makalah yang kami buat banyak kekurangan dan kesalahan, maka dari itu
penulis bersedia menerima saran maupun kritik demi perbaikan selanjutnya.