16.3.17

MATERI PELAJARAN SEKOLAH : PENGERTIAN SHADAQAH, HIBAH DAN HADIAH



    1. Shadaqah
    1. Pengertian Shadaqah
    Shadaqah adalah memberikan sesuatu tanpa ada tukarannya karena mengharapkan pahala di akhirat. bersadaqah berarti memberikan sebagian harta yang kita miliki kepada pihak lain secara ikhlas dan suka rela, semata-mata mengharapkan pahala di akhirat kelak. firman Allah SWT dalam Qur'an yang artinya :
    “Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik kanu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahala yang cukup dan sedikit pun kamu tidak akan dianiaya.  (Al-Baqarah 272).
    Shadaqah merupakan salah satu amal shaleh yang tidak akan terputus pahalanya, seperti sabda Rasulullah SAW :
    "Apabila seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak shaleh yang selalu mendo'akan kedua orang tuanya". (HR. Muslim)
    Pemberian shadaqah kepada perorangan lebih utama kepada orang yang terdekat dahulu, yakni sanak famili dan keluarga, anak-anak yatim tetangga terdekat, teman sejawat, dan seterusnya.
    1. Hukum shadaqah
    Hukum shadaqah ialah sunnat : hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT, sebagai berikut :
    Artinya : "Dan bersedekahlah kepada Kami, sesungguhnya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang bersedekah" (Yusuf : 88)
    Allah juga berfirman sebagai berikut : Artinya : "Dan kamu tidak menafkahkan, melainkan karena mencari keridhaan Allah dan sesuatu yang kamu belanjakan, kelak akan disempurnakan balasannya sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya". (QS. AI Baqarah : 272)
    Shadaqah merupakan salah satu amal shaleh yang tidak akan terputus pahalanya, seperti sabda Rasulullah SAW: Artinya : "Apabila seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali  tiga perkara, shadaqh jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang selalu mendo'akan kedua orang tuanya". (HR. Muslim)Pemberian shadaqah kepada perorangan lebih utama kepada orang yang terdekat dahulu, yakni sanak famili dan keluarga, anak-anak yatim tetangga terdekat, teman sejawat, dan seterusnya.
    1. Rukun Shadaqah
    Rukun shadaqah dan syaratnya masing-masing adalah sebagai berikut :
    1. Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan berhak untuk mentasharrufkan ( memperedarkannya )
    2. Orang yang diberi, syaratnya berhak memiliki. Dengan demikian tidak syah memberi kepada anak yang masih dalam kandungan ibunya atau memberi kepada binatang, karena keduanya tidak berhak memiliki sesuatu
    3. Ijab dan qabul, ijab ialah pernyataan pemberian dari orang yang memberi sedangkan qabul ialah pernyataan penerimaan dari orang yang menerima pemberian .
    4. Barang yang diberikan, syaratnya barang yang dapat dijual.
    1. Hikmah Shadaqah
    1. Menjadi unsur bagi suburnya kasih sayang
    2. Menghilangkan tipu daya dan sifat kedengkian.
    Sabda Nabi Muhammad SAW. :
    تَهَادُوْافَإِنَّ الْهَدِيَّةَتُذْهِبُ وَحَرَّالصَّدْرِ (رواه ابو يعلى
    Saling hadiah-menghadiahkan kamu, karena dapat menghilangkan tipu daya dan kedengkian” (HR. Abu Ya’la).
    عَلَيْكُمْ بِالْهَدَايَافَاِنَّهَاتُورِثُ الْمَوَدَّةَوَتُذْهِبُ الضَّغَائِنَ (رواه الديلمى
    “Hendaklah kamu saling memberi hadiah, karena ia akan mewariskan kecintaan dan menghilangkan kedengkian-kedengkian” (HR. Dailami).
    1. Perkara yang membatalkan Shadaqah
    Ada beberapa perkara yang dapat menghilangkan pahala sedekah diantaranya adalah:
    1. Al-Mann (membangkit-bangkitkan) artinya menyebut-nyebut dihadapan orang banyak.
    2. Al-Adza (menyakiti) artinya sedekah itu dapat menyakiti perasaan orang lain yang menerimanya baik dengan ucapan atau perbuatan. Mereka ini tidak mendapat manfaat di dunia dari usaha-usaha mereka dan tidak pula mendapat pahala diakhirat. Poin satu dan dua didasari oleh Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 264 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)”. (Q.S.Al-Baqarah :2/264)
    3. Riya (memamerkan) artinya memperlihatkan sedekah kepada orang lain karena ingin dipuji. Bersedekah jika ada orang tetapi jika dalam keadaan sepi ia tidak mau bersedekah, ini dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 262 yang artinya “Orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah, keudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak ada (pula) mereka bersedih hati”. (Q.S.Al-Baqarah :2/262)
    1. Bentuk-bentuk shadaqah
    Dalam Islam sedekah memiliki arti luas bukan hanya berbentuk materi tetapi mencakup semua kebaikan baik bersifat fisik maupun non fisik. Berdasarkan hadist, para ulama membagi sedekah menjadi :
    1. Memberikan sesuatu dalam bentuk materi kepada orang lain.
    2. Berbuat baik dan menahan diri dari kejahatan.
    3. Berlaku adil dalam mendamaikan orang yang sedang bersengketa.
    4. Membantu orang lain yang akan menaiki kendaraan yang akan ditumpanginya.
    5. Membantu mengangkat barang orang lain kedalam kendaraannya.
    6. Menyingkirkan benda-benda yang mengganggu dari tengah jalan seperti duri, batu kayu dll.
    7. Melangkahkan kaki ke jalan Allah.
    8. Mengucapkan zikir seperti tasbih, takbir, tahmid, tahlil dan istighfar.
    9. Menyuruh orang lain berbuat baik dan mencegahnya dari kemungkaran.
    10. Membimbing orang buta, tuli dan bisu serta menunjuki orang yang meminta petunjuk tentang sesuatu seperti alamat rumah.
    11. Memberikan senyuman kepada orang lain.
    Dari uraian diatas tentang sedekah maka ada beberapa perbedaan antara sedekah dengan zakat dilihat dari tiga aspek :
    Orang yang melakukan, sedekah dianjurkan kepada semua orang beriman baik yang memiliki harta atau tidak karena bersedekah tidak mesti harus orang yang berharta sedangkan zakat diwajibkan kepada mereka yang memiliki harta.
    Benda yang disedekahkan, benda yang disedekahkan bukan hanya terbatas pada harta secara fisik tetapi mencakup semua macam kebaikan. Adapun zakat, benda yang dikeluarkan terbatas hanya harta kekayaan secara fisik seperti uang, hasil pertanian, peternakan, perdagangan, dan hasil profesi lainnya.
    Orang yang menerima, sedekah untuk semua orang tetapi zakat dikhususkan kepada delapan golongan sebagaimana telah disebutkan.


    1. Hibah
    1. Pengertian Hibah dan Hukumnya
    Kata ini diambil dari kata-kata "hubuubur riih" artinya "muruuruhaa" (perjalanan angin). Kemudian dipakailah kata hibah dengan maksud memberikan kepada orang lain, baik berupa harta maupun bukan. Di dalam syara', hibah ini berarti akad yang pokok persoalannya pemberian harta milik seseorang kepada orang lain di waktu dia hidup, tanpa adanya imbalan. Apabila seseorang memberikan hartanya kepada orang lain untuk dimanfaatkan tetapi tidak diberikan kepadanya hak pemilikan, maka hal itu disebut i'aarah (pinjaman).
    Demikian pula apabila seseorang memberikan apa yanng bukan harta, seperti khamar atau bangkai, hal seperti ini tidak layak untuk dijadikan sebagai hadiah, dan pemberian ini bukanlah hadiah. Apabila hak pemilikan itu belum terselenggara di waktu pemberinya hidup, akan tetapi diberikan sesudah dia mati, maka itu adalah wasiat. Apabila pemberian itu disertai dengan imbalan, maka itu adalah penjualan, dan padanya berlaku jual-beli. Yakni bahwa hibah itu dimiliki semata-mata hanya setelah terjadinya akad, sesudah itu tidak dilaksanakan tasharruf penghibah kecuali atas izin dari orang yang diberi hibah. Di dalam hibah bisa terjadi khiyar dan syuf'ah. Dan disyaratkan agar imbalan itu diketahui. Bila tidak, maka hibah itu batal.
    Pengertian Hibah dilihat dari dua sisi, yaitu dari sudut bahasa dan pengertian menurut istilah/terminologi. Menurut bahasa (harfiah), hibah berarti pemberian atau memberikan. Menurut istilah, Hibah ialah memberikan sesuatu hak milik kepada orang lain untuk memilikinya dengan masud berbuat baik dan yang dilakukan dalam masa hidup.
    Pasal 1666 KUHPerdata menyatakan sebagai berikut: “Penghibahan  suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan  barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan  yang menerima penyerahan barang itu. Undang-Undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.
    Hibah mutlak tidak menghendaki imbalan, baik yang semisal, atau yang lebih rendah, atau yang lebih tinggi darinya. Inilah hibah dengan maknanya yang khusus. Adapun hibah dengan maknanya yang umum, maka ia meliputi hal-hal berikut:
        1. Ibraa: menghibahkan hutang kepada orang yang berhutang.
        2. Sedekah: yang menghibahkan sesuatu dengan harapan pahala di akhirat.
        3. Hadiah: yang menuntut orang yang diberi hibah untuk memberi imbalan.
    1. Hukum hibah
    Hibah disyariatkan dan dihukumi mandub (sunat) dalam Islam. Dan Ayat ayat Al quran maupun teks dalam hadist juga banyak yang menganjurkan penganutnya untuk berbuat baik dengan cara tolong menolong dan salah satu bentuk tolong menolong tersebut adalah memberikan harta kepada orang lain yang betul – betul membutuhkannya, dalam firman Allah:
    … dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa..( QS: Al Maidah: 2)
    Adapun barang yang sudah dihibahkan tidak boleh diminta kembali kecuali hibah orang tua kepada anaknya dalam sabda Nabi :
    لا يحلّ لرجل أن يعطى عطيّة أوييهب هبة فيرجع فيها الاّ الوالد فيما يعطى لولده. (رواه ابو داوود وغير)ه
    “Tidak halal bagi seseorang yang telah memberi sesuatu pemberian atau menghibahkan suatu hibah atau menarik kembali kecuali orang tuua yang memberi kepada anaknya.” (HR. Abu Daud)
    Ada juga hadits nabi yang Artinya : "Dari Khalid bin Adi sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda "siapa yang diberi kebaikan oleh  dengan tidak berlebih-Iebihan dan tidak karena diminta maka hendaklah diterima jangan ditolak. Karena sesungguhnya yang demikian itu merupakan rizki yang diberikan oleh Allah kepadanya".(HR.Ahmad)
    1. Syari’at Hibah
          1. Allah telah mensyari'atkan hibah, karena hibah itu menjinakkan hati dan meneguhkan kecintaan diantara manusia. Dari Abu Hurairah r.a.: bahwa Rasulullah saw. bersabda: 
    "Saling memberi hadiahlah, maka kamu akan saling mencintai.[1]."
          1. Adalah Nabi saw. menerima hadiah dan membalasnya, Beliau menyerukan untuk menerima hadiah dan menyukainya. Dari Khalid bin 'Adi, bahwa Nabi saw. Bersabda:


    "Barangsiapa mendapatkan kebaikan dari saudaranya yang bukan karena mengharap-harap dan meminta-minta , maka hendaklah dia menerimanya dan tidak menolaknya, karena itu adalah rezeki yang diberikan Allah kepadanya.
          1. Rasulullah saw. telah menganjurkan untuk menerima hadiah, sekalipun hadiah itu sesuatu yang kurang berharga. Dari Anas, dia berkata: Telah bersabda


    Rasulullah saw.:
    "Seandainya aku diberi hadiah sepotong kaki kambing, tentu aku akan menerimanya. Dan seandainya aku diundang untuk makan sepotong kaki, tentu aku akan mengabulkan undangan tersebut."[2].
          1. Memprioritaskan pemberian kepada tetangga terdekat pintunya. Dari 'Aisyah r.a., dia berkata: Aku berkata kepada Rasulullah saw. 
    "Sesungguhnya aku mempunyai dua orang tetangga, maka kepada siapakah aku memberi hadiah?" Beliau menjawab: 'Kepada yang lebih dekat pintunya kepadamu.'
          1. Rasulullah juga menerima hadiah dari orang-orang kafir. Beliau menerima hadiah dari Kisra, dari Kaisar, dan hadiah dari Mukaukis. Demikian pula beliau memberikan hadiah dan hibah kepada orang-orang kafir.
    1. Macam-macam Hibah
    Hibah dapat di golongkan menjadi dua yaitu:
    1. Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada tendensi (harapan) apapun. Misalnya  menghibahkan rumah, sepeda motor, baju dan sebagainya.
    2. Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah. Dengan kata lain, dalam hibah manfaat itu si penerima hibah hanya memiliki hak guna atau hak pakai saja. Hibah manfaat terdiri dari hibah berwaktu (hibah muajjalah) dan hibah seumur hidup (al-amri). Hibah muajjalah dapat juga dikategorikan pinjaman (ariyah) karena setelah lewat jangka waktu tertentu, barang yang dihibahkan manfaatnya harus dikembalikan.
    1. Rukun Hibah
    Rukun hibah ada empat, yaitu :
      1. Pemberi hibah ( Wahib )
      2. Penerima hibah ( Mauhub Lahu )
      3. Barang yang dihibahkan .
      4. Penyerahan ( Ijab Qabul )
    1. Syarat Hibah
    Adapun syarat-syarat hibah sebagai berikut :
    1. Syarat bagi Penghibah (pemberi hibah) :
      1. Penghibah adalah orang yang memiliki dengan sempurna sesuatu atas harta yang dihibahkan. Dalam hibah terjadi pemindahan milik karena itu mustahil orang yang tidak memiliki akan menghibahkan sesuatu barang kepada orang lain.
      2. Penghibah itu adalah orang yang mursyid, yang telah dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya jika terjadi persoalan atau perkara yang berkaitan dengan pengadilan mengenai harta tersebut.
      3. Penghibah tidak berada di bawah perwalian orang lain, jadi penghibah itu harus orang dewasa, sebab anak-anak kurang kemampuannya.
      4. Penghibah harus bebas tidak ada tekanan dari pihak lain dipaksa karena hibah disyratkan kerelaan dalam kebebasan.
      5. Seseorang melakukan hibah itu dalam mempunyai iradah dan ikhtiyar dalam melakukan tindakan atas dasar pilihannya bukan karena dia tidak sadar atau keadaan lainnya. Seseorang dikatakan ikhtiar dalam keadaan tindakan apabila ia melakukan perbuatan atas dasar pilihannya bukan karena pilihan orang lain, tentu saja setelah memikirkan dengan matang.


    1. Syarat bagi Penerima Hibah :
      1. Bahwa ia telah ada dalam arti yang sebenarnya karena itu tidak sah anak yang lahir menerima hibah.
      2. Jika penerima hibah itu orang yang belum mukalaf, maka yang bertindak sebagai penerima hibah adalah wakil atau walinya atau orang yang bertanggung jawab memelihara dan mendidiknya.
    2. Syarat bagi barang atau harta yang dihibahkan :
      1. Barang hibah itu telah ada dalam arti yang sebenarnya waktu hibah dilaksanakan.
      2. Barang yang dihibahkan itu adalah barang yang boleh dimiliki secara sah oleh ajaran Islam.
      3. Barang itu telah menjadi milik sah dari harta penghibah mempunyai sebidang tanah yang akan dihibahkan adalah seperempat tanah itu, di waktu menghibahkan tanah yang seperempat harus dipecah atau ditentukan bagian dan tempatnya.
      4. Harta yang dihibahkan itu dalam kekuasaan yang tidak terikat pada suatu perjanjian dengan pihak lain seperti harta itu dalam keadaan digadaikan. Kompilasi Hukum Islam (KHI) membatasi harta yang dihibahkan sebanyak-banyaknya sepertiga ( 1/3 ) dari harta milik penghibah, sebagaimana tersebut dalam Pasal 210 Ayat ( 1 ).
    3. Syarat bagi Sigat atau Ijab Qabul :
    Setiap hibah harus ada Ijab Qabul, tentu saja Sigat itu hendaklah ada persesuaian antara Ijab dan Qabul, bagi orang yang tidak atau dapat berbicara, maka sigat hibah cukup dengan isyarat, asal isyarat itu benarbenar mengandung arti hibah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berhibah.
    1. Ketentuan Hibah
    • Hibah dapat dianggap syah apabila pemberian itu sudah mengalami proses serah terima.
    • Jika hibah itu baru diucapkan dan belum terjadi serah terima maka yang demikian itu belum termasuk hibah.
    • Jika barang yang dihibahkan itu telah diterima maka yang menghibahkan tidak boleh meminta kembali kecuali orang yang memberi itu orang tuanya sendiri (ayah/ibu) kepada anaknya
    1. Hikmah Hibah
    Adapun hikmah hibah adalah :
    1. Menumbuhkan rasa kasih sayang kepada sesama
    2. Menumbuhkan sikap saling tolong menolong
    3. Dapat mempererat tali silaturahmi
    4. Menghindarkan diri dari berbagai malapetaka.


    1. Hadiah
        1. Pengertian Hadiah
    Pengertian Hadiah Secara Bahasa
    Al-Fayyumi dalam al-Mishbahul Munir berkata, “Hadaytu (aku berikan atau aku hadiahkan) pengantin wanita itu kepada suaminya, maka pengantin wanita itu disebut ‘Hadiyy’ dan ‘Hadiyyah’. Jika dijadikan kalimat pasif maka dikatakan, ‘Hudiyat’ (dia diberikan, dihadiahkan) maka wanita itu disebut ‘Mahdiyyah’. Dan perkataan ‘Ahdaytuha’ (aku menghadiahkannya) dengan alif, adalah bahasanya Qais Ailan. Maka wanita itu disebut ‘Muhdaah’… Sedangkan perkataan ‘Ahdaytu lirrojul’ – juga dengan alif – maknanya aku mengirimkannya kepada dia untuk memuliakan, maka disebut ‘Hadiyyah’ dengan ditasydidkan (huruf “yaa”) bukan yang lain.” [Lihat al-Mishbahul Munir, pada unsur kata Haa-Daa-Yaa]
    Pengertian Hadiah Menurut Istilah
    Hadiah adalah pemberian dengan niat mendekatkan diri kepada seseorang dan menzahirkan kasih sayang kita kepada penerima sama ada dalam hubungan persahabatan, hubungan suami isteri, hubungan antara ayah dan anaknya semua nya itu dapat menjalinkan kasih sayang sekiranya kita memberikan hadiah sebagai tanda penghargaan dan juga kasih sayang kita kepadanya.
    Daripada pengertian tersebut dapatlah kita ingat sama-sama bahawa tidak ada perasaan malu untuk menzahirkan kasih sayang tersebut. Sememangnya didalam hadis nabi S.A.W. menyebutkan bahawa malu itu sebahagian daripada iman, tetapi dalam proses menhalinkan hubungan kasih sayang tidak perlu ada perasaan malu, jika tidak hubungan kita sesame muslim sukar untuk terjalin. Seperti mana yang disabdakan oleh baginda S.A.W. dalam hadisnya
    تَهَادَوْا تَحَبُّوْا
    Saling memberi hadiahlah kalian niscaya kalian saling mencintai
    (HR al-Bukhari, al-Baihaqi dan Abu Ya‘la)
        1. Dasar
      1. Al-Qur’an :
    Telah ada disebutkan hadiah dalam al-Qur`an al-Karim dalam surah an-Naml di ceritakan kisah Sulaiman – alaihissalam – bersama Ratu Saba, Bilqis. Sebagaimana dalam firman-Nya,
    وَإِنِّي مُرْسِلَةٌ إِلَيْهِمْ بِهَدِيَّةٍ فَنَاظِرَةٌ بِمَ يَرْجِعُ الْمُرْسَلُونَ
    Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan) menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh utusan-utusan itu.” (an-Naml: 35)
    Nabi Sulaiman – alaihissalam – enggan menerima hadiah tersebut dan memerintahkan untuk mengembalikannya karena beliau merasa bahwa Ratu Saba mengirimkan hadiah itu untuk memujuk beliau agar pergi menyingkir darinya dan kaumnya. Allah berfirman tentang perkataan Sulaiman,
    ارْجِعْ إِلَيْهِمْ فَلَنَأْتِيَنَّهُمْ بِجُنُودٍ لا قِبَلَ لَهُمْ بِهَا وَلَنُخْرِجَنَّهُمْ مِنْهَا أَذِلَّةً وَهُمْ صَاغِرُونَ
    Kembalilah kepada mereka sungguh kami akan mendatangi mereka dengan balatentara yang mereka tidak kuasa melawannya, dan pasti kami akan mengusir mereka dari negeri itu (Saba) dengan terhina dan mereka menjadi (tawanan-tawanan) yang hina dina.” (an-Naml: 37)
    Dan nampaknya, Nabi Sulaiman – semoga selawat dan salam tetap tercurah kepada beliau dan kepada Nabi kita – akan menerima hadiah itu jika tidak ada unsur tawar-menawar dan pujuk rayu. Al-Qurthubi dalam tafsirnya (13/132) berkata, “Dahulu Nabi S.A.W. menerima hadiah dan memberi pahala atasnya. Begitu pula Sulaiman dan seluruh para Nabi – A.S.
    Surah An-Nisa’ ayat 4 : “dan berikanlah kepada perempuan-perempuan itu maskahwin-maskahwin mereka sebagai pemberian yang wajib. kemudian jika mereka dengan suka hatinya memberikan kepada kamu sebahagian dari maskahwinnya maka makanlah (gunakanlah) pemberian (yang halal) itu sebagai nikmat Yang lazat, lagi baik kesudahannya.”
      1. Hadis :
    · “Wahai wanita muslimat, jangan memandang hina seorang jiran akan pemberian seorang jiran yang lain, walau pun pemberian itu hanya ‘firsina syat’.” – al-Bukhori dan Muslim. ‘Firsina syat’ iaitu kaki kambing yang tidak berdaging.”
    Banyak hadis yang menyebut tentang hibah ini, antaranya ialah : “Kalaulah aku (Rasulullah s.a.w.) dijemput ke jamuan kaki hadapan atau kaki kecil, nescaya aku menyahutnya. Dan kalaulah aku dihadiahkan kaki hadapan atau kaki kecil, nescaya aku menerimanya.” – al-Bukhori.(5)
    · Hadits Anas – rodhiyallohu ‘anhu – dalam ash-Shahih, “Bahwa ada seorang perempuan Yahudi yang memberi hadiah kepada Rasulullah – shollallohu ‘alaihi wa sallam – berupa daging kambing yang beracun.” (Muttafaq ‘alaih)
    · Hadits Aisyah – rodhiyallohu ‘anha – dalam ash-Shahih juga, “Bahwa Barirah memberi hadiah berupa daging kepada Aisyah.” (Muttafaq ‘alaih)
    · Dan dari Aisyah – rodhiyallohu ‘anha – berkata, wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki dua tetangga, maka kepada yang manakah aku memberi hadiah? Beliau menjawab, “Kepada yang paling dekat pintunya.” (Riwayat al-Bukhari)
        1. Hukum Hadiah
    Hukum Hadiah ialah boleh ( mubah ). Nabi sendiripun juga sering menerima dan memberi hadiah kepada sesama muslim, sebagaimana sabdanya: Artinya: "Rasulullah SAW menerima hadiah dan beliau selalu membalasnya". (HR. AI Bazzar)
        1. Rukun Hadiah
    Rukun hadiah dan rukun hibah sebenarnya sama dengan rukun shadaqah, yaitu :
          1. Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan yang berhak mentasyarrufkannya
          2. Orang yang diberi, syaratnya orang yang berhak memiliki .
          3. Ijab dan qabul
          4. Barang yang diberikan, syaratnya barangnya dapat dijual
        1. Hikmah Hadiah
    1. Menjadi unsur bagi suburnya kasih sayang
    2. Menghilangkan tipu daya dan sifat kedengkian.

download materi lengkap

No comments:

Artikel Lainnya