Soetomo terlahir
dengan nama asli Soebroto, pada tanggal 30 Juli 1888 di desa
Ngepeh, Jawa Timur, Hindia Belanda. Dr. Soetomo bersekolah di School tot
Opleding van Indische Artsen (STOVIA) yakni sebuah sekolah pendidikan dokter
Hindia. Semasa sekolah Soetomo suka berdiskusi dengan teman-temannya di sekolah.
Dalam
kunjungan dr. Wahidin Sudirohusodo ke STOVIA, beliau sempat memberikan
pidato yang berfokus pada peningkatan minat para pemuda untuk
meningkatkan serta memajukan dunia pendidikan sebagai salah satu cara untuk
membebaskan pemikiran bangsa dari belenggu penjajahan. Salah satu cara yang
diusulkan oleh dr. Wahidin Sudirohusodo adalah dengan membentuk sebuah Studie
Fon (Dana Untuk Beasiswa). Hal inilah yang menjadi salah satu pemacu Dr.
Soetomo untuk mendirikan Budi Utomo pada 20 Mei 1908. Boedi Oetomo adalah
organisasi modern pertama yang ada di Indonesia. Tirto Koesumo terpilih menjadi
ketua Boedi Oetomo yang pertama berdasarkan hasil kongres pertama Boedi Oetomo
yang dilaksanakan pada 3-5 Oktober 1908. Selain Soetomo, di Budi Utomo juga
bergabung Suewardi Soerjaningrat, Saleh, Gumbreg, dan lain-lain yang turut
membantu Goenawan dan Soeradji.
Tujuan utama dalam pembentukkan
Boedi Oetomo adalah untuk memajukan bangsa yang harmonis dengan cara memajukan
dunia pendidikan, pertanian, perdagangan, industri, peternakan, dan teknik,
kebudayaan, dan mempertinggi cita-cita kemanusiaan untuk mencapai harkat dan
martabat sebagai bangsa yang dihormati.
Tahun
1919, Dr. Soetomo menamatkan pendidikannya di STOVIA dan mendapatkan tugas di
Semarang. Penempatan kerja di Semarang hanya untuk waktu yang tidak terlalu
lama sebab Soetomo lalu dipindahkan ke Tuban, selanjutnya dipindahkan ke Lubuk
akam (Sumatera Utara) dan terakhir dipindahkan ke Malang. Tugas Dr. Soetomo di
Malang adalah untuk membasmi wabah penyakit pes yang sedang melanda daerah
Malang. Pemindahan Soetomo yang cukup intensif memberi manfaat tersendiri yakni
banyaknya pengalaman yang diperolehnya dari berbagai daerah. Sutomo juga
mengetahui secara langsung penderitaan rakyat dan dapat berbuat langsung
membantu meringankan penderitaan rakyat. Dr. Sutomo banyak mengobati pasiennya
tanpa mengharapkan biaya sepeserpun. Terdapat juga pasien yang dibebaskan sama
sekali dari biaya.
Tahun
1919, Sutomo berkesempatan untuk melanjutkan studinya ke Belanda. Di sela-sela
kesibukannya dalam menimba ilmu, Sutomo selalu mencari kesempatan dalam
mempelajari politik. Di negera Belanda, Sutomo berkesempatan bergabung dengan
Perhimpunan Indonesia. Sekembalinya ke tanah air, Sutomo melihat banyaknya kelemahan-kelemahan
yang dimiliki oleh Budi Utomo. Sutomo lalu menyarankan agar Budi Utomo dagar
berubah haluan keranah politik sebab di Indonesia sudah banyak berdiri partai
politik serta keanggotaan Budi Utomo dibuat terbuka untuk semua kalangan masyarakat,
tak hanya bagi kalangan bangsawan atau priyayi.
Tahun
1924, Sutomo mendirikan sebuah wadah bernama Indonesische Studie Club (ISC).
ISC sendiri dalah sebuah wadah yang akan menaungi kaum pelajar. ISC
suskes mendirikan asrama pelajar, sekolah khusus menenun, bank pengkreditan,
serta koperasi dan lain-lain.Tahun 1931 ISC berubah nama menjadi Persatuan
Bangsa Indonesia (PBI). Di bawah kepemimpinan Sutomo, PBI mengali perkembangan
yang cukup pesat. Tekanan yang diberikan pemerintahan Hindia Belanda memaksa
PBI dan Budi Utomo disatukan menjadi Perindra (Partaai Indonesia Raya) yang
bertujuan untuk Indonesia Raya.